about me I

Minggu, 19 September 2010

Susah Menjual


Seorang sahabat “mengeluh” dan berkata : “Saya susah JUALAN produk MLM, produk ini memang bagus, tapi mahal !”

Saya bilang : “ Kalau produknya susah DIJUAL, ya jangan JUALAN produk itu. Tidak usah jadi TUKANG JUALAN. Kalau mau JUALAN, nggak perlu ikut MLM. Mendingan jadi PENJUAL rokok asongan di lampu merah. PASTI LAKU ! Produk rokok itu MUDAH dijual dan TIDAK MAHAL. Tidak pernah ada PENJUAL rokok asongan yang tidak berhasil MENJUAL 1 bungkus rokok pun dalam sehari. Padahal, yang DIJUAL jelas – jelas racun. Jelas – jelas tertulis : “ MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTEN DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN”.

***

Saya teringat “pesan” yang saya dengar secara langsung (nggak minjem telinga, nggak minjem mata) dari seorang TOP Leader Sukses sebuah perusahaan MLM yang kurang lebih “bunyi” nya seperti ini : “Pekerjaan utama praktisi MLM itu BUKAN JUALAN. Tugas utama praktisi MLM BUKAN MENJUAL sebanyak – banyaknya produk kepada sekian banyak orang sendirian. Kalau ini yang dilakukan, saya tidak akan berada di bisnis ini, karena sebelum terjun ke dalam bisnis MLM, saya SUDAH memiliki sekian banyak toko yang MENJUAL sekian banyak ragam barang kepada sekian banyak orang.”

Kata – kata itu saya dengar dua tahun yang lalu. Terakhir kali saya bertemu Top Leader yang saya maksud di atas satu bulan yang lalu. Dan saat ini ia telah dinobatkan sebagai “ 1 Million Dollar Member” Oleh perusahaan. Sebutan bagi seorang member yang telah mendapat akumulasi penghasilan 1 Juta USD ( Sekitar Rp. 10 Milyar) . Ini bukan ngibul. Ini faktual. Perusahaan MLM yang diikutinya diaudit oleh Price Waterhouse Cooper dan terdaftar di bursa saham Wallstreet. Sebelum ber-MLM-ria, Ia adalah seorang pengusaha konvensional yang cukup sukses dan memiliki jaringan toko konvensional yang cukup banyak hingga saat ini.

Jadi ...

Ketika ada sekian banyak praktisi MLM yang “mengeluh” produknya susah dijual, harganya mahal, dan kemudian bertanya : “ Bagaimana cara mengenalkan “dagangan” saya ? Bagaimana saya bisa MENJUAL produk – produk ini ? “ Seringkali saya bilang kepada sahabat – sahabat saya yang “seperti itu” dengan kata – kata singkat : “Kalau produknya susah dijual dan mahal, ya jangan jualan produk “seperti itu”. Ibarat supermarket, ngapain menuh – menuhin rak dengan produk yang nggak laku – laku ?
Saya serius dengan jawaban itu. Lha, kalau memang sudah jumpalitan sekian lama menjual sebuah produk, dan produk itu susah dijual , ngapain juga mosti ngotot jualan produk yang jelas – jelas nggak laku ?

Saya juga suka balik bertanya : “Kalau “dagangan” nya susah dijual, mengapa anda masuk perusahaan MLM “seperti itu” dan mengapa membeli produk “seperti itu “? Kalau produknya mahal, mengapa anda mau membeli produk itu ?”
Jawaban atas pertanyaan itu hampir seragam : “Saya mau “kaya raya” dari bisnis ini dan saya ingin mendapat “uang yang banyak” dari bisnis ini !”

Wadoh .... (Biasanya saya garuk – garuk kepala kalau sudah mendengar jawaban “seperti ini”. Kepala Saya suka jadi pusing) LOGIKANYA bagaimana ? Produknya Mahal ... dijualnya susah ... tapi dia berharap orang lain MAU MEMBELI, dan berharap dengan itu ia kemudian bisa jadi “kaya raya” . ” How come ....?

Saya jadi ingat lagi “pesan” dari seorang leader MLM yang saya dengar dengan telinga saya sendiri dari jarak kurang dari 1 meter ! Begini bunyi “pesan” nya : “ Kalau Anda niat JUALAN, kalau Anda niat “mencari uang”, Anda tidak akan pernah benar –benar sukses di bisnis ini. NIAT Anda akan dengan mudah DIBACA oleh orang lain, dan orang lain pada dasarnya tidak suka “dijualin”, apalagi kalau bahasa tubuh kita menunjukkan bahwa kita menginginkan UANG dari orang itu. Orang itu akan berpikir ; “ Kamu bukan mau membantu saya, kamu hanya inginkan uang saya ....” "

Setelah saya renungkan, buat saya, kalimat itu benar adanya. Saya suka risih dan nggak enak hati kalau ada temen yang nawarin barang. Mau beli gimana, nggak beli, nggak enak hati. Serba salah ... apalagi kalau “sang teman” mulai memasang muka “memelas” atau mulai mengeluarkan jurus “rayu merayu”. Aduh ... repot dah urusannya.
Leader MLM yang saya sebut di atas, melanjutkan pesannya : “Saya berada di bisnis ini karena saya ingin senantiasa sehat dan awet muda, Anda bisa melihat sendiri bahwa penampilan saya TERBUKTI puluhan tahun tampak muda dibanding usia saya yang sebenarnya. Kalau saya bertemu dengan teman – teman lama saya yang sudah lama tidak bertemu , biasanya mereka “protes” : “Bagaimana bisa kamu tampak semuda ini ?” Saya biasanya menjawab : “Karena saya berada di bisnis ini !”. Kebanyakan dari mereka kemudian bergabung tanpa saya ajak. Membeli produk tanpa saya harus banyak berkata – kata. Simple”

Sebagai catatan, Leader MLM yang saya maksud di atas, saat ini sudah meraih predikat “5 MILLION DOLLAR MEMBER”. Seseorang yang telah mendapat akumulasi penghasilan lebih dari Rp. 50 Milyar dari bisnis ini (Dengan duit sebanyak itu, kira – kira bisa membuat berapa biji pabrik rokok ya ? ) . Ini fakta, bukan ngibul. Perusahaan MLM yang diikutinya diaudit oleh lembaga keuangan Independen Price Waterhouse Cooper dan listing di Wallstreet.

Jadi ...

Kalau produknya susah dijual, harganya mahal, ya sudah. Nggak usah jualan produk itu. Kesannya maksa – maksain diri ...

Tapi ...

Kalau produknya TERBUKTI laku meskipun harganya “mahal” dan TERBUKTI bisa MENCETAK ribuan MILYUNER baru karena berhasil MEMASARKAN produk itu, ... sementara ... kita jalan ditempat dan TIDAK BISA MEMASARKAN produk yang sama dengan harga yang sama disaat RIBUAN ORANG TERBUKTI bisa memasarkannya, kita bisa melakukan introspeksi diri. Kira – kira kesalahannya ada pada produknya ? Harganya ? Perusahaannya ? Marketing Plan nya ? Support System nya ? Atau ... justru masalahnya ada pada diri kita sendiri ?

Mungkin saat ini Anda TELAH berada di perusahaan MLM yang tepat, yang memiliki produk – produk yang laku keras dan berkualitas, dengan marketing plan yang sangat baik dan didukung oleh support system yang solid. Apakah dengan semua itu bisa menjamin bahwa Anda akan sukses dan kaya raya ? Tidak. Masalahnya terletak pada SEJAUH MANA ANDA BISA DIPERCAYA.

Anda bisa menjual APAPUN selama Anda bisa membuat orang lain PERCAYA. Tidak sulit bagi siapapun untuk dapat meraih kepercayaan, ketika bisa memberikan BUKTI NYATA. Demonstrated.

Senin, 13 September 2010

Misi Emosional - Spiritual


Dalam kesempatan ini ijinkan saya mengucapkan selamat hari raya Iedul Fitri bagi yang merayakannya. Mudah – mudahan 30 hari melakukan ibadah shaum berbuah fitrah. Kembali suci.

Saya yakin, sangat yakin, tidak ada seorangpun kaum Muslim yang telah baligh, yang melakukan ibadah shaum karena menginginkan rumah dan mobil mewah apalagi kapal pesiar ;-) Kaum Muslim melakukan ibadah shaum karena ingin melaksanakan perintah Tuhan nya. Beribadah. MISI SPIRITUAL seperti inilah yang dimiliki oleh kaum Muslim saat menunaikan ibadah shaum.

***

Disaat awal ber-MLM-ria biasanya para sponsor akan mendorong para member baru untuk berani bermimpi. Impian itulah yang kemudian menjadi MISI pribadi dalam ber – MLM – ria. MISI MATERIAL biasanya adalah “Misi standar” di saat – saat awal ber – MLM –ria. PERCIS seperti anak kecil (Belum Baligh) yang baru belajar ber puasa. Biasanya para orang tua memberi “stimulus awal” berupa MISI MATERIAL : “’Nak, puasanya yang rajin ya ....Kalau puasanya tamat, nanti dibeliin baju baru !”. Stimulus seperti ini lumayan efektif untuk anak –anak kecil yang baru belajar ber puasa. Percis seperti para sponsor yang memberi stimulus kepada para member MLM baru : “ Rajin prospek ya ... rajin ngundang orang ya .... agar bisa dapat mobil !”

Berkaitan dengan MISI MATERIAL, dalam konsep neuro linguistic Program (NLP) , si otak memang harus dirangsang untuk bisa membayangkan secara jelas tentang sesuatu yang diinginkan. Agar bisa lebih jelas, MISI (baca : impian) itu harus berbentuk benda (materi) atau yang dibendakan. Percis seperti anak kecil yang BERJUANG menahan haus dan lapar selama 30 hari karena otaknya telah bisa melihat dengan jelas betapa bahagianya bisa bangun pagi di hari Iedul Fitri dengan Sepatu dan baju baru sebagai REWARD dari orang tua setelah berhasil menunaikan puasa selama satu bulan penuh.

Ketika seorang Muslim beranjak remaja, MISI dalam ber puasa tidak sekedar MISI MATERIAL, namun sudah mulai memiliki MISI EMOSIONAL. Ingin (belajar) menjadikan dirinya menjadi manusia yang lebih baik. Lebih sabar, bisa mengendalikan nafsu makan dan nafsu amarah, lebih memiliki kepedulian sosial. Seseorang yang telah memiliki MISI EMOSIONAL dalam ber puasa, akan tetap berpuasa meskipun tidak ada seorangpun yang menjanjikan akan membelikan sepatu dan baju baru untuk ber hari raya. Percis seperti member MLM yang mulai “remaja”, Ia akan tetap ber MLM ria karena telah memiliki MISI EMOSIONAL misalnya : “Saya ingin bisa berguna bagi sesama”, “Saya ingin bisa membantu sekian banyak anak yatim piatu suatu saat nanti.” “Saya ingin tetap bisa bersosialisasi dan banyak teman yang berpikiran positif di usia saya yang menjelang senja.” ...

Seseorang yang menginjak usia remaja yang kemudian tidak mau berpuasa karena tidak ada yang menjanjikannya untuk mendapat sepatu dan baju baru tentu saja masuk ke dalam kategori remaja yang memiliki kebutuhan khusus atau remanaj yang tidak mendapat bimbingan emosional – spiritual dari lingkungannya. Sangat lucu jika ada remaja yang sudah akan menginjak usia 20-an tidak berpuasa karena orang tuanya tidak memberi stimulus “Sepatu dan baju baru.” Percis seperti member MLM yang tidak memiliki MISI EMOSIONAL. Ia akan ber henti ber-MLM-ria ketika MISI MATERIAL gagal didapatkan. “ngapain sebulan penuh payah – payah puasa kalau nggak ada yang mau membelikan saya sepatu dan baju baru ?” , “Ngapain terus –terusan ikut MLM jika
nggak kunjung kaya raya ? “

***

Memiliki MISI MATERIAL dalam ber-MLM-ria tentu saja penting. Sama dengan bekerja di dunia konvensional, kita bekerja dari pagi sampai sore setiap hari tentu saja karena memiliki MISI MATERIAL berupa UANG yang akan didapat sebagai Upah setiap bulan. Namun, jika MISI MATERIAL adalah satu – satunya alasan dalam bekerja, satu –satunya alasan dalam hidup, maka hampir dapat dipastikan seseorang akan berhenti bekerja ketika MISI itu tidak dicapainya. Hampir dapat dipastikan seseorang akan “bosan hidup”. “Ngapain kerja banting tulang kalau nggak dapat uang ?”, “Ngapain hidup lama – lama kalau miskin terus ?”.

Padahal hidup itu bukan melulu urusan materi (tentu saja materi itu penting), padahal kerja itu tidak melulu harus karena uang. Ada hal lain SELAIN UANG yang bisa mendorong kita untuk tetap setia mengerjakan sebuah pekerjaan tertentu. Ada hal lain selain uang yang bisa membuat hidup kita sedih atau bahagia. Buktinya, tidak sedikit orang kaya yang bersedih, dan tiduk kurang orang miskin yang bisa hidup dengan penuh damai dan syukur, berbahagia.

Adakah orang yang tetap bekerja dan mengerjakan sesuatu meskipun Ia tidak atau belum mendapat uang dari yang dikerjakannya ? Tentu saja manusia seperti ini jumlahnya lumayan banyak. Orang – orang seperti ini biasanya adalah orang yang memiliki MISI EMOSIONAL dalam hidupnya. Para pejuang ’45 BEKERJA siang malam sepanjang hidupnya bukan untuk mendapat rumah dan mobil mewah, namun untuk sebuah kata : “Merdeka !”, sekian banyak “abdi dalem” di keraton Yogya tetap setia pada pekerjaannya meskipun “upah’ dari apa yang dikerjakannya sangat amat tidak cukup untuk membeli beras dan lauk pauk bagi keluarganya.Bahkan sekian banyak orang bersedia menjabat sebagai pejabat “ketua RT” atau “Ketua RW” meskipun jabatan itu sama sekali nggak ada duitnya. Sekian banyak guru bantu tetap mengajar anak didiknya di daerah pedalaman meskipun Ia tidak hidup dari gaji seorang guru, meskipun Ia harus bekerja di bidang lain agar Ia tetap bisa mengajar dan membaktikan dirinya bagi upaya turut serta MENCERDASKAN bangsa.

Saya juga mengenal sekian banyak leader MLM yang sudah mapan yang tetap ber MLM ria BUKAN KARENA RAKUS dan ingin bertambah kaya, bukan sekedar menjalankan MISI MATERIAL, mereka sudah merasa cukup dan bersyukur dengan sekian banyak limpahan MATERI yang telah dimilikinya, namun mereka memiliki MISI EMOSIONAL untuk BERBUAT BAIK dan MEMBANTU sekian banyak orang agar bisa meningkatkan KUALITAS kehidupannya. Saya mengenal sekian banyak praktisi MLM yang tidak mendapat uang dari ber – MLM – ria namun tetap menekuni “bisnis” ini karena sekian banyak alasan lain SELAIN UANG.

MISI EMOSIONAL mutlak diperlukan bagi para praktisi MLM selain MISI MATERIAL. Jika seorang praktisi MLM hanya memiliki MISI MATERIAL, ia akan berhenti ketika misi itu gagal dijalankannya, ia akan menjadi orang yang tamak dan rakus ketika misi itu berhasil dijalankannya. Ia akan menjadi orang yang pandai menyalahkan orang lain dan lingkungannya ketika ia gagal menjalankan MISI MATERIAL nya.

Sebagai praktisi dalam industri MLM, seyogyanya tidak hanya mengarahkan member baru hanya pada pencapaian MISI MATERI. Kita sama – sama telah mengetahui bahwa perbandingan antara orang yang “gagal” dan “sukses” dalam menjalankan MISI MATERI di industri ini perbandingannya adalah 99 : 1. Bahkan 99 : 0.001, sebuah peluang yang jauh lebih kecil dibanding main judi di Las vegas sana.

Selain MISI MATERIAL, seyogyanya kita juga memiliki MISI EMOSIONAL misalnya dengan MENJADI pendorong KEBAIKAN di lingkungan kita dengan MEMBERDAYAKAN (Bukan memperdaya) orang – orang untuk bersama – sama berbuat baik melalui produk – produk yang kita distribusikan dimana produk tersebut JELAS manfaatnya dan dijual dengan harga dan cara yang wajar.

Jika member MLM telah memiliki MISI EMOSIONAL disamping MISI SPIRITUAL, maka Ia akan tetap ber-MLM-ria meskipun belum berhasil secara MATERIAL.
Jika kita telah menetapkan MISI EMOSIONAL kita (misalnya) untuk MENJADI pendorong KEBAIKAN di lingkungan kita, maka kita akan TETAP BERBUAT BAIK tanpa harus menunggu menjadi orang yang kaya raya.

Tetaplah BERJUANG untuk menjalankan MISI MATERIAL seolah kita akan hidup selamanya.
Tetaplah BERBUAT AMAL BAIK dengan menjalankan MISI EMOSIONAL – SPIRITUAL seolah kita akan mati besok pagi.

Semoga setelah sebulan ber puasa, kita dapat melakukan Re – Mission. Menimbang ulang Misi kita dalam ber- MLM – ria agar tidak sekedar berorientasi Material.

Semoga bermanfaat.

Taqoballahu Minna Wa minkum. Taqoballahu Yaa Kariim ...
Bandung, 14 September 2010