about me I

Senin, 17 Agustus 2009

Belajar tentang "kemerdekaan" dari AAS RUKASA

Saat saya dan teman saya berkunjung ke rumahnya di kawasan Pasir Impun - Bandung, lelaki sederhana ini menyambut kami dengan sangat ramah. Kecil, "ramping", berpakaian sangat sederhana, dan selintas kalau bertemu di jalan orang tidak akan pernah menyangka kalau "beliau" adalah seorang "guru besar", seorang manusia yang dengan sabar "membimbing" sekian banyak manusia lain untuk "menemukan dirinya sendiri". Termasuk saya.Yang telah menganggap "beliau" sebagai "Guru virtual - spiritual" saya.

Kang Aas (Begitu pangilan akrab kami pada nya) adalah seorang "insinyur" lulusan sebuah Institut terkemuka di negeri ini, lahir dari keturunan "Raden" akan tetapi memilih hidup "merdeka" sebagai manusia "biasa". Itu sebabnya ketika terakhir kali kami berkunjung ke rumah pribadinya ia memang tampak sangat biasa. Berpakaian biasa, berbicara biasa semua biasa - biasa saja ...

Yang tidak biasa adalah adanya sekian banyak tamu dan "anggota" yang semakin siang semakin banyak berdatangan ... yang tidak biasa adalah sekian banyak lukisan yang menempel di dinding rumahnya yang "mungil" serta sekian banyak Cat dan koas yang "berserakan" di "Studio Mini" yang terletak di depan rumah nya ...

Kang Aas ... seorang yang saya anggap sebagai salah satu "guru virtual - spiritual" yang telah membuat sekian banyak perubahan pada cara berpikir, cara bertindak dan cara saya dalam menjalani hidup ini ...( termasuk dalam ber - MLM ria neh ... :-) )

Kang Aas ... sebuah nama yang sering saya sebut diantara doa-doa yang saya panjatkan pada Nya ...seorang sosok manusia sederhana yang telah mengajarkan kepada saya tentang arti dari sebuah "kemerdekaan" ...

Di hari "Kemerdekaan" ini, mari kita sedikit berbagi tentang apa yang Kang Aas ajarkan kepada kita mengenai "Kemerdekaan" ...

******

Jika kita renungkan, kata-kata “Negara merdeka” tidaklah bermakna apa-apa, apalagi “negara sudah merdeka”. Negara yang memiliki kemerdekaan itu tidak ubahnya dengan kertas kosong yang siap dituliskan apa saja di atasnya, dengan gaya apa saja. Kemerdekaan bukanlah akhir yang membuat kita euforia ataupun terlena sehingga kita menjadi lengah, melainkan babak awal meraih kesempatan dalam menentukan pilihan cara membangunnya.

Seandainya negara merdeka itu ikan yang bisa dimasak dengan cara apa saja, apakah itu dipepes, dibakar, atau digoreng, kira-kira apa yang akan kita lakukan dengan kemerdekaan? Kita sebut saja kemampuan untuk membayangkan pilihan rasa yang akan terjadi melalui setiap cara memasak kita sebut visi, sedangkan cara memasak yang dipilih kita sebut misi. Dalam hal ini kita harus mampu membayangkan akankah ikan tersebut jadi enak bagi kita, dengan cara yang sesuai dengan pertimbangan karakteristik bahan alamiahnya, sehingga cara memasaknyapun tentu akan menjadi khas. Kemerdekaan sendiri ibarat kebebasan menentukan pilihan memasak menyertai kepemilikan ikan yang sudah ada.

Bagi suatu bangsa yang nampak “besar dan luas”, mengambil inspirasi dari daun pakis, yakni setiap bagiannya menggambarkan keseluruhannya (fraktal), maka konsep tentang kemerdekaan ( konsep tentang " finansial FREEDOM" ... ;-) )dari setiap individu menjadi penting untuk direplikasi ke dalam skala bernegara dan bermasyarakat, supaya terlihat konsistensi dalam cara membangunnya. Tidak akan ada kekuatan masyarakat, apalagi dalam skala bangsa jika tanpa kekuatan setiap individu sebagai komponen penyusunnya.

Walaupun perjuangan meraih kemerdekaan (Financial freedom ? Time Freedom ... ? ;-) ) telah dilakukan oleh para pahlawan yang bukan diri kita, tetapi setidaknya kita harus mampu merekonstruksi kembali tentang cita-cita dan harapan mereka menjadi cita-cita dan harapan kita. Inilah yang dimaksud oleh Soekarno dengan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan para pahlawannya”. Makna filosofisnya kita menjadi mengerti titik awal permulaan kita, sehingga mampu menarik benang merah ke mana kita akan melangkah. Secara harfiahnya, tidak mungkin mereka (para pahlawan) berjuang merebut kemerdekaan jika tidak memiliki konsep tentang membangun tatanan di atas kemerdekaan guna merealisasikan cita-citanya. Kata-kata itu sepadan dengan tidak mungkin berusaha mendapatkan ikan jika tidak terbayangkan cara memasaknya. ( Tidak mungkin berusaha menjadi 'Diamond" jika tidak terbayangkan bagaimana cara "meraih" dan "mengolah" nya ... ;-) )

Perihal masak-memasak, tidak mungkin menggunakan cara memasak dengan tiga cara sekaligus; dipepes, digoreng, dan dibakar. Apa rasanya? ( mengenai cara ber - MLM tidak mungkin kita gabung di tiga MLM sekaligus yang punya tiga konsep dan cara yang berbeda ;-) ) Tetapi kenyataan itu terjadi dengan melihat ilustrasi berlangsungnya sistem pemerintahan di negeri ini setengah presidential dan setengah parlementer yang ketika adu kekuatan ibarat pertandingan, lalu hasilnya draw. Ini mencirikan bahwa kita tidak paham karakteristik bangsa kita sendiri atau setara dengan tidak tahu jenis ikan ( sebanding dengan "mudeng" apa itu "rubby" dan apa itu "distributor" ... ;p-) ) yang hendak dimasak menyebabkan kita bereksperimen dengan “cara memasaknya”.

Ilustrasi perang kemerdekaan barangkali secara hakikiyah tidak lebih besar dibanding dengan perang melawan diri sendiri (hawa nafsu). Kemampuan memerangi “diri sendiri” bisa kita sebut sebagai kematangan. Kita bisa melakukan pendekatan dengan “Kenalilah musuhmu sebelum kamu mengalahkannya”. Dari sini nampak bahwa keberhasilan memerangi diri supaya mampu mengendalikan diri akan mencapai hasil maksimal ketika kita mengenal diri sendiri.

Kemampuan dalam bidang apapun tanpa kematangan masih memungkinkan menghasilkan tindakan-tindakan fatal; overreact, impulsif atau bahkan destruktif, misalnya korupsi, konspirasi, atau blackmailing. Karena kenyataannya, ketidakmatangan berarti sebagian diri kita masih memiliki kandungan mental terjajah. Akibatnya akan terjadi absurditas di dalam menentukan pola aturan, kebijakan, rencana, yang terkait dengan pembangunan. Kondisi-kondisi transisi acapkali kita alami tanpa bersambut persiapan bagi kemungkinan sistem baru yang mapan. Contohnya; galian pinggir jalan, tata kota, sistem transportasi, sistem pengelolaan energi, kurikulum pendidikan, dan seterusnya. Akibat yang dirasakan yakni kita semua menjadi seperti mendirikan bangunan di atas pasir pantai yang berubah terus karena senantiasa terkena ombak. Rupanya banyak penyandang kekuasaan yang terinprint memori semasa sekolah di usia belasan, ketika tidak ada guru lalu bersorak,”merdeka euy !”, lalu suasana menjadi kacau.

Pentingnya pengendalian diri yang erat kaitannya dengan kematangan diri tampak dalam bidang apapun. (termasuk dalam ber MLM ria neh ... ;-) ) Walaupun di dalam kondisi normal tidak tampak terlalu nyata, tapi tak dapat disangkal bahwa kematangan akan tampak jelas pada cara mengambil keputusan di saat kondisi krisis.

Kita tidak bisa menyerahkan kemerdekaan diri kepada orang lain, apalagi kepada segelintir orang yang kurang, atau bahkan tidak bervisi, karena dipengaruhi berbagai kepentingan yang tidak relevan. Kita harus menyadari bahwa setiap individu adalah kontributor dalam pembangunan bangsa ini. (setiap individu adalah kontributor dalam membangun jaringan .... ) Maju atau hancurnya bangsa ini toh akhirnya akan ditanggung oleh setiap individu yang ada di negri ini.( Maju atau hancurnya jaringan kerja kita juga akan ditanggung oleh kita semua toh ... ? ;-) ) Karenanya setiap individu harus punya pandangan menyeluruh, bekerja demi kemajuan bangsa, atau setidaknya menaruh perhatian atas bangsa ini melalui visi yang menyatu secara koheren. Bahasa sederhananya setiap individu harus memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara (walaupun kata-kata ini sudah menjadi tumpul di telinga kita karena berbagai sebab). Artinya kesadaran kita di dalam setiap tindakan, selalu mengalir melalui pertimbangan apakah tindakan tersebut akan menguntungkan atau merugikan bagi seluruh bangsa.

Setiap individu harus memiliki visi yang berdasar pada pemahaman akan makna kemerdekaan, sehingga setiap invidu mampu mewakili citra bangsa keseluruhan. Pada skala individu, transformasi kesadaran atau meditasi sangat relevan untuk dianalogikan dengan perjuangan merebut kemerdekaan. Tujuan meditasi dikenal dengan meraih pembebasan pikiran (liberation of mind). Meditasi dalam tahap pencerahan akan mengantarkan kita pada pencapaian kemandirian, menetapkan pilihan dalam menentukan tujuan hidup serta mengambil peranan secara all out. Dalam meditasi “ikannya” adalah diri sendiri. Mengenal diri menjadi awal pola membangun dan mengembangkan diri.

Setiap hari kita perlu menguji dengan menggulirkan pertanyaan ke dalam diri tentang upaya memberdayakan kemerdekaan diri yang dapat dikontribusikan dalam ajang membangun di atas kemerdekaan negeri. Kekuatan karakter dalam skala bangsa ditentukan oleh karakter setiap individu sebagai partisipan. Konsep mengisi kemerdekaan yang merupakan anugerah yang tak ternilai, hanya akan berhasil dilakukan secara bersama-sama oleh partisipan yang telah berhasil menyelami makna kemerdekaan. Terhadap kemerdekaan, kita bukan berhutang dalam perayaan, melainkan berhutang dalam membangunnya. Peringatan kemerdekaan merupakan langkah untuk merujuk kembali, meraih benang merah visi kemerdekaan dengan visi pembangunan di atas kemerdekaan negeri ini.

"Cut Paste" ini adalah upaya nyata saya ...
sebagai salah satu wujud "bakti pada sang guru - virtual"
yang telah membuat saya menjadi manusia yang "difference" dari "sebelumnya".

Semoga bermanfaat.


Putu  Djajadiwangsa.
Founder  : www.likalikumlm.blogspot.com
putudjajadiwangsa@gmail.com E-mail
SMS : 0817  42  1691