about me I

Senin, 08 Februari 2010

To Be …


MENJADI (to be ) adalah sebuah proses yang membutuhkan ACTION. Dalam konteks MLM, seorang praktisi MLM tidak hanya diam lalu tiba – tiba menjadi ‘top leader’ dengan bonus puluhan – ratusan juta per bulan.

Selain ACTION, paradigma kita untuk ‘menjadi sesuatu’ itu juga harus dipikirkan dan dipertanyakan kembali. Seperti yang dialami oleh sekian banyak praktisi MLM yang merasa bahwa individu – individu yang berada di dalam jaringannya adalah kepunyaan mereka dan memiliki kuasa penuh untuk MENJADIKAN para member yang berada di jaringannya seperti apa yang mereka inginkan.


Tulisan ini lahir dari sebuah pemahaman yang sangat sederhana dalam upaya mengantarkan para sahabat kita yang tergabung di jaringan kita untuk MENJADI sesuatu. Menjadi orang ‘sukses’ dalam ber MLM ria tidak selalu harus berarti menjadi orang yang kaya raya. MENJADI orang kaya tidak selalu harus berarti MEMILIKI sekian banyak harta yang tidak habis untuk tujuh turunan.


Di lapangan, saya banyak menemukan sekian banyak orang yang ber MLM ria bukan karena sekedar ingin kaya raya. Ada yang ber MLM ria karena ‘tidak enak menolak ajakan teman’, ada yang ber MLM ria karena ‘ingin punya teman’, ada yang ber MLM ria karena sudah bosan luntang – lantung nddak karuan, melamar kerja tidak punya ijasah, mau usaha tidak ada modal, jadilah ia ber MLM ria. Dan banyak lagi sekian banyak alasan MENGAPA seseorang ber MLM ria selain karena alasan UANG.


Dari pengalaman yang dialami, saya mendapatkan sekian banyak member MLM ‘baru’ yang pada tahap – tahap awal masuk dalam fase ‘asbun’ (Asal bunyi). Mereka dengan mudahnya berteriak “Go Diamond !”, “See You on the top !”, bla .. bla.bla … namun semua itu (pada fase awal) ternyata tidak lebih dari ekspresi keinginan mereka (setelah ikut seminar ‘sukses’) yang sesuai dengan frame of experience mereka yang masih bisa dibilang ‘baru’ mengenal MLM. Jadi, mau menjadi apapun pada fase ini, mau ‘teriak’ “Luarrr biasaaa!” 1000 kali sehari, mau mimpi ‘mercy’ 7 kali sehari, hal ini adalah wajar dan biasa. (Asal jangan keterusan …)


Banyak sahabat saya yang ikut MLM hanya karena melihat sekian banyak leader pamer-pamer harta dan mengumbar sekian banyak janji dan harapan di atas panggung. Melihat ‘pameran’ itu, sekian banyak sahabat kemudian dengan semangat ’45 tertarik untuk langsung ber MLM ria. (Sebuah alasan yang sangat dangkal dan sangat amat tidak rasional).


Hal yang biasa saya lakukan untuk menolong sahabat-sahabat kita yang sedang terjangkit penyakit ‘demam MLM” dan “mabok Mercy” adalah dengan memberi pengertian secara aktif bahwa posisi seperti itu bukan posisi yang bisa dicapai oleh semua orang (Meskipun tentu saja setiap orang MUNGKIN untuk meraihnya). Mereka sering mengutip buku Robert T, Kyosaki tanpa pernah membaca bahwa di sampul depan jelas – jelas Kyosaki sendiri mereferensikan MLM untuk beberapa hal yang sangat bermanfaat SELAIN UANG. (Jadi, sebaiknya jangan berbicara tentang buku Kyosaki kalau belum punya atau belum membaca bukunya … ;-) )


Mengarahkan jaringan yang kita miliki untuk menjadi ‘Diamond’ atau menjadi ‘top leader’ jelas bukan sesuatu hal yang tabu. Dalam konteks tertentu hal ini malah ‘wajib’ untuk dilakukan, namun tetap dengan metode yang baik dan benar serta dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kondisional ( Jangan sampai kita meminta abang beca ‘tutup poin’ 500 ribu sebulan dengan iming-iming akan ‘kaya raya’ suatu saat ‘nanti’’ padahal si abang beca ini buat makan sehari – haripun masih kesulitan. )


Mengarahkan jaringan untuk memiliki cita – cita MENJADI top leader, menjadi orang yang mapan secara ekonomi tentu saja tidak salah. Hanya saja sejak dini harus ditanamkan makna sesungguhnya bahwa dengan menjadi ‘top leader’, seseorang bisa menolong sekian banyak orang – orang yang dicintainya, bisa membantu sesama dengan harta yang dimiliki. Bukan malah setelah menjadi ‘top leader’ ahlaknya jadi nddak karuan. Senang foya – foya, senang pamer harta, senang mengumbar janji dan harapan yang belum tentu dapat dipenuhi.


Mendidik jaringan adalah kewajiban seorang praktisi MLM tanpa harus merasa ‘lebih hebat’ dan ‘lebih tahu’, karena salah satu cara BELAJAR yang paling baik adalah dengan cara mengajar.

Mengarahkan jaringan untuk “MENJADI” bukanlah sebuah kekeliruan. Akan tetapi JUSTRU merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang leader. Yang harus dihindari adalah suatu kondisi dimana seorang leader memiliki OBSESI untuk menentukan apa yang ‘boleh’ dan ‘tidak boleh’ dilakukan oleh para membernya.


BERIKAN kebebasan dan kesempatan bagi member untuk mengeksplorasi segala kemampuan UNIK yang ada pada diri mereka masing-masing. Bukan sekedar teriak – teriak di atas panggung tentang “Ikuti saja sistemnya ! Pokoknya miliki impian ! Pokoknya dengerin kaset ! Pokoknya hadir ke pertemuan ! Pokoknya undang orang ! Pokoknya presentasi ! Pokoknya ada nddak ada uang harus Tupo !”. Padahal, orang memiliki kemampuan yang beragam dalam ‘menerjemahkan’ dan ‘mencerna’ kalimat-kalimat ‘sakti’ itu.


Saya suka mengelus dada, melihat sekian banyak sahabat yang maksa-maksain diri tupo , bahkan memaksakan diri ikut “pelatihan” dengan biaya sampai jutaan rupiah , memaksakan diri beli buku-buku mahal, menghabiskan sekian banyak waktu dan tenaga untuk seminar, pertemuan, home meeting bla..bla..bla… (bahkan saking 'semangatnya' jadi terbiasa prospecting sampai dini hari dan pulang ke rumah jadi kalah cepat dibanding dengan penjaga mercusuar ... ;-o ) padahal semua itu belum mampu mereka lakukan dalam arti seringkali mereka harus menjual benda yang mereka miliki atau berhutang tanpa berpikir panjang darimana mereka bisa mengembalikan jika bisnis ini gagal.


Saya berharap, sekian banyak leader-leader sukses dapat meminimalisir unsur-unsur subjektifitas. Bukan rahasia lagi dimana sekian banyak dari mereka justru mendapat income yang besar dari ‘training motivasi’ dan seminar-seminar atau tool kit yang mereka jual. Tujuan dari sekian banyak seminar tentu saja tidak adil jika hanya untuk keuntungan penyelenggara saja sementara peserta seminar “terbakar semangatnya” untuk kemudian menjadi arang.

Ini jelas tidak benar. Ini jelas tidak baik.

Karena pendidikan dan pelatihan hendaknya dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, disesuaikan dengan kondisi unik masing-masing individu. Tidak semua orang bisa dididik dan dilatih untuk menjadi ‘Superman’.


Sebagai praktisi MLM, kita tentu saja berharap untuk MENJADI SESUATU. Akan tetapi menjadi atau tidak menjadi ( to be or not to be ) , hendaknya kita tidak boleh berhenti untuk tetap berusaha, tetap berbuat baik dan tetap berdoa.

Mari kita ber MLM ria dengan baik dan benar.

Tetaplah BERJUANG
Tetaplah BERBUAT lebih BAIK
Tetaplah BERDOA.

Semoga Bermanfaat.

Putu Djajadiwangsa
putudjajadiwangsa@gmail.com
+62 817 42 1691
http://www.likalikumlm.blogspot.com